Murah, Meningkatkan Risiko Daya Tahan Kendaraan dan Keselamatan Jiwa Pengendara

Jakarta, PBOIN – Bengkel otomotif skala UMKM harus menetapkan target pasar dan mempunyai standar kualitas masing-masing yang disesuaikan dengan kondisi pasar. Pelaku usaha bengkel bekerja berdasar standar kualitas mereka itu, bukan sebaliknya tunduk dan mengikuti segala kehendak konsumen.

Karena di mana-mana perilaku konsumen sama. Kalau bisa gratis mengapa harus bayar dan kalau bisa murah kenapa harus mahal. Di sisi lain setiap ada penurunan standar kualitas oleh bengkel pasti ada peningkatan risiko daya tahan dan keselamatan jiwa berkendara.

Hal itu terungkap dalam seminar online nasional yang diselenggarakan Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN), Munggu (21/11) lewat aplikasi zoom.

Webinar kali ini bertema Strategi Pengelolaan Keuangan Bengkel UMKM dalam rangka Memajukan Usaha, dengan pembicara tunggal Eko Endarto, pendiri dan owner lembaga konsultan keuangan Finansia Consulting. Moderator Wahyudi Handayani, owner Han’s Auto Swakarsa yang juga Ketua Departemen Pengembangan Bengkel PBOIN.

Menurut Eko Endarto, kalau bisnis bengkel mengikuti selera dan kehendak konsumen, maka usaha bengkel tidak akan pernah berkembang dan maju.

Margin keuntungannya sangat kecil. Hanya sekadar cukup untuk makan, tidak bisa ekspansi dan menabung untuk masa depan yang lebih terjamin dan untuk bekal hari tua.

“Perilaku konsumen di mana-mana sama, tidak hanya di bengkel. Kalau bisa gratis kenapa mereka harus bayar, kalau bisa murah kenapa harus mahal,” jelasnya.

Bagaimana caranya supaya tidak ikut segala kemauan konsumen? Pertama, kita harus menetapkan target pasar. Sasaran konsumen yang mau kita bidik level yang mana. Kelas bawah, menengah, atas, atau berdasar kategori tertentu seperti bengkel umum atau spesialis. Juga bisa kategori jenis pekerjaan, mau yang ringan dan cepat atau pekerjaan yang rumit.

Sesuaikan dengan kemampuan itu. Selanjutnya kedua, tetapkan standar kualitas kerja bengkel kita. Pegang teguh standar itu, jangan dikompromikan dalam kondisi apapun karena ciri khas, atau pembeda kita dengan bengkel lain. Kalau semua bengkel sama, apa alasan konsumen mau datang ke tempat kita?

Jangan takut tidak kebagian konsumen. Kalau ada konsumen yang datang ke bengkel tapi tidak jadi perbaikan di bengkel kita, ya dia bukan target pasar kita. Biarkan saja. Mungkin dia lagi cari yang murah. Tapi harus ingat, pada setiap penurunan tingkat harga, risiko yang ditanggung konsumen meningkat. Termasuk risiko keselamatan jiwa saat berkendara.

Data Badan Pusat Statistik menunjukkan, populasi kendaraan, motor dan mobil tahun 2019 di Indonesia mencapai 137 juta unit. Sebanyak 20 juta mobil dan sisanya motor. Adapun jumlah bengkel di Indonesia sekitar 400.000 unit usaha.

Wahyudi menambahkan, pelaku usaha bengkel harus terus mengedukasi konsumen. Kalau konsumen inginnya murah, beri penjelasan dengan murah itu apa saja yang akan mereka dapat dan risiko apa yang yang nantinya bakal terjadi saat berkendara.

Bisa jadi konsumen ngotot pengen murah karena sekadar pengaruh dan informasi tidak lengkap dari teman komunitas atau media sosial, tapi konsumen tidak tahu bahwa akan ada risiko yang harus mereka tanggung, seperti daya tahan kendaraan dan keselamatan berkendara.

“Kita jangan malas menjelaskan ke konsumen tentang semua risiko itu, dan konsumen pasti akan konsen dengan daya tahan mobil dan keselamatan mereka berkendara, apalagi mobil dipakai juga untuk keluarga,” jelasnya. (WAWAN)