Medsos dan Perubahan Perilaku Konsumen Bengkel
Oleh: Hermas E Prabowo, Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia
Selamat Tahun Baru 2023! Sengaja saya memilih judul di atas, untuk mengawali perjalanan tahun ini, tahun yang diprediksi bakal gelap dan penuh ketidakpastian.
Saya tidak akan membahas soal gelap-terang ekonomi 2023, karena sudah ada yang ngurus dan dibayar oleh Negara (baca: rakyat) untuk menyelesaikan.
Saya lebih tertarik memotret media sosial (medsos) dan perubahan perilaku konsumen bengkel otomotif, yang saya rasa lebih relevan baik bagi anggota Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN) ataupun yang belum jadi anggota.
Akses Informasi
Suka tidak suka, medsos membawa perubahan besar. Mengubah tatanan baru, utamanya dalam cara mendapatkan dan mengakses informasi.
Termasuk konsumen bengkel otomotif, para pemilik mobil/motor, para pedagang mobil bekas, dan semua yang terlibat dalam bisnis otomotif.
Dalam tulisan ini, saya hanya akan fokus pada konsumen bengkel otomotif. Bila selama ini satu-satunya sumber informasi yang bisa mereka dapatkan terkait cara perbaikan mobil/motor lebih banyak diserap dari para mekanik, teknisi atau pekerja bengkel, sekarang lebih terbuka.
Konsumen bengkel otomotif bisa dapat informasi dari mana saja. Ada yang dari komunitas facebook, grup whatsapp, youtube, instagram, twitter. Ada sebagian juga yang mau sedikit capek cari dari repair manual di situs-situs tertentu.
Dengan pendidikan mereka yang lebih baik dari mekanik, kemampuan bahasa asing lebih hebat, bukan tidak mungkin para mekanik atau bengkel yang malas belajar dan menimba ilmu, hanya terus dan tetap jadi pekerja kasar.
Sekarang ini banyak konsumen bengkel yang “mendadak” pintar. Dengan puzzle pengetahuan yang dicomot dari medsos kanan-kiri, lalu mencoba menganalisa permasalahan kendaraan, lantas menarik kesimpulan dan datang ke bengkel.
Ada yang datang ke bengkel dengan percaya diri yang tinggi, langsung minta mekanik atau orang bengkel untuk ganti komponen ini dan itu.
Merasa sudah pandai, dan analisanya yakin pasti benar. Ketika permasalahan tidak selesai, dengan mudah menuding mekaniknya yang tidak bisa bekerja.
Hanya mekanik dan bengkel-bengkel (maaf) bodoh, minim skill dan rendah pengetahuan teknik otomotif yang biasanya mau diatur, dikendalikan, dikontrol dan jadi kambing hitam atas kegagalan analisa konsumen.
Mekanik dan bengkel yang punya kompetensi baik, punya skill baik, punya pengalaman banyak, punya pengetahuan teknik otomotif yang baik, tidak akan mau mengikuti analisa dan kemauan konsumen.
Peluang Bisnis Baru
Kita tidak bisa menghakimi mereka. Apapun konsumen punya hak, mekanik dan bengkel juga punya hak.
Kehadiran medsos dan dampaknya tidak bisa dihindari. Justru dengan makin banyak orang mampu menganalisa sendiri setiap permasalahan kendaraan, bisa jadi ke depan akan muncul bisnis bengkel model baru.
Bengkel yang memfasilitasi alat-alat mekanik dan special tools, scanner, kompressor, lengkap dengan area, untuk disewakan pada pemilik kendaraan yang mau “bertamasya” memperbaiki masalah kendaraannya sendiri.
Mungkin perlu disediakan juga mekanik-mekanik yang tidak terlalu kompeten, cukup bisa membuka dan memasang komponen dengan benar sesuai kemauan konsumen.
Mereka mengikuti semua instruksi dari pemilik mobil. Pemilik mobil tak ubahnya berperan layaknya teknisi ahli yang melakukan observasi, cek fisik, diagnosa dan analisa sendiri.
Juga dengan risiko kegagalan hingga kerusakan dan potensi kecelakaan yang musti ditanggung sendiri.
Bagaimana dengan mereka yang tidak gemar repair dan merawat sendiri kendaraannya? Serahkan semua analisa, pekerjaan dan risikonya ke bengkel profesional yang kompeten.
Dunia sudah berubah, bisnis bengkel juga akan berubah.*